SIHIR DEBU (5)



Tak Kental Maka Tak Sayang
Pagi itu saya sedang duduk-duduk dan menikmati kopi pertama saya. Salah seorang teman yang sedang bersama saya ketika itu berkata bahwa komunitas film indie di mana ia adalah anggotanya sedang mencari sebuah lagu untuk soundtrack proyek film terbaru mereka yang akan diikutkan dalam sebuah perlombaan film indie. Yahya, nama teman saya itu, mengajukan lagu Sihir Debu kepada teman-temannya. Mereka menanggapinya dengan meminta yahya menunjukan lagu itu kepada mereka. Dan, karena saya tidak memiliki dokumentasi – baik audio maupun video – lagu tersebut, maka, dengan harapan mereka menyukai lagu tersebut, saya sarankan agar Yahya mencari video unggahan Timur Budi Raja di Youtube.

Beberapa hari kemudian, Yahya berkabar bahwa sutradara film mereka menyukai lagu tersebut dan memilihnya sebagai soundtrack film mereka. Si sutradara – saya tidak ingat namanya – berharap bisa bertemu dengan saya dengan maksud untuk berlatih dan melakukan recording lagu Sihir Debu guna keperluan film tersebut. Tetapi, saya katakan bahwa saya telah mengijinkan lagu tersebut mereka pakai dan saya persilahkan pula untuk menggarapnya sesuai kebutuhan mereka. Dan, dengan demikian, mengingat dead line perlombaan yang mepet, sutradara itu urung bertemu saya.

Selang satu atau dua minggu, saya dengar film itu telah rampung dikerjakan. Dan, kabarnya pula, sutradara itu sendiri yang menyanyikan lagu Sihir Debu untuk filmnya. Saya tentu saja penasaran dan ingin sekali melihat bagaimana hasilnya. Tetapi, karena sejak awal saya sudah memutuskan untuk tidak terlibat dalam proyek mereka, kecuali mengijinkan lagu saya mereka gunakan, saya pun tidak bisa menuntut apa-apa. Saya, misalnya saja, tidak bisa meminta mereka mengirimkan hasil film mereka kepada saya. Maka, sampai saat saya menuliskan cerita ini, saya tidak sama sekali mengetahui hasilnya. Terutama sekali, saya tidak tahu hasil olahan mereka kepada lagu Sihir Debu. Dan, saya pasrah. Saya senang, sebab, paling tidak saya bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain melalui lagu saya. Dan, itu sudah cukup bagi saya.

Lepas dari masa itu, pada suatu ketika saya datang ke sebuah acara teater di Universitas Negeri Surabaya. Itu adalah acara bulanan yang menyajikan ragam pertunjukan teater dari berbagai komunitas teater di Jawa Timur. Saya adalah salah satu penggagas gerakan tersebut, dan karenanya saya mengenal sebagian besar panitia yang bekerja untuk kegiatan bernama Forum Teater Intim Jawa Timur tersebut. Benar, selain menulis lagu, saya juga banyak menghabiskan waktu saya untuk bergiat di teater sejak masa kuliah. Saya menulis sejumlah naskah dan menyutradarai banyak pertunjukan, terutama untuk kelompok Teater Institut (Unesa) dan Sanggar Aboe-aboe Surabaya (almarhum). 

Dus, pada waktu itu, entah siapa yang memulai, saya merasa mendapatkan tekanan dan dorongan dari sejumlah panitia untuk naik ke panggung dan menyanyikan sejumlah lagu sebagai selingan. Mula-mula saya menolak, tapi saya pun mengiyakan juga pada akhirnya. 
Saya naik ke panggung dan menyanyikan beberapa lagu sebagai pembuka. Dan, ketika suasana sudah semakin hangat, saya pun mulai keasyikan di atas sana. Saya mulai berduet dengan beberapa penyaji dadakan lainnya. Di sebuah sesi, salah seorang penonton asing, yang datang bersama teman Indonesianya, naik pula ke panggung. Kami memainkan sebuah lagu tradisional Spanyol, yang sama sekali gagal menurut saya. Tapi, untunglah penonton tampak tidak mempermasalahkannya. Ah, selamatlah muka saya.

Pada sesi terakhir saya di atas panggung itu, saya mengiringi seorang penonton lain membaca puisinya. Dan, pada bagian tertentu di antara pembacaan puisi itu - sungguh, itu bukan puisi cinta - , dia berbisik dan bertanya, apa saya mengenal lagu Sihir Debu, Timur Budi Raja? Hah? Mengenal? "Iya," jawab saya. Maka, kami pun mulai memainkannya. Hebatnya, dan ini tidak saya ketahui sebelumnya, sebagian besar penonton telah menghafal lagu itu. Jadinya, suasana menjadi begitu riuh. Mereka bernyanyi bersama kami, sejak awal lagu hingga petikan terakhir senar gitar di tangan saya. Saya terpukau, walau tak sampai meneteskan air mata. Ini semacam kejutan yang luar biasa.


Oke, saya rasa begitu sajalah cerita saya tentang Sihir Debu, dan sebagian perjalan saya bersamanya.  Bila saat ini anda menuliskan judul lagu itu di mesin pencari Google, misalnya, anda akan menemukan alamat soundcloud saya, di mana terdapat lagu Sihir Debu Timur Budi Raja. Itu pun bila anda merasa perlu melakukannya. Tetapi andai tidak, saya rasa juga tidak ada ruginya buat anda. Minum kopi saja. Atau lanjutkan aktifitas anda lainnya. Itu akan lebih berguna bagi masa depan anda. Lagipula, soal olah vokal, Timur tidaklah sekeren saya.   

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "SIHIR DEBU (5)"

Post a Comment